JAKARTA – Menteri Kesehatan (Kemenkes) masih menyelidiki satu suspek yang terungkap cacar monyet (monkeypox), di Jawa Tengah.

Baca Juga : Resmi Tersangka, Roy Suryo Ditahan Akibat Meme Stupa

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, hasil tes PCR terhadap suspek cacar monyet itu negatif. Namun akan dilakukan tes ulang untuk memastikan kondisi pasien.

Pasalnya, masih ada tahapan tes lain yang pasien benar-benar bisa diuji memiliki cacar monyet.

“Sampel pertama dari oropharings memang negatif, tapi kami minta sampel ambil lagi dari lesi cairan kulit,” katanya, Sabtu (6/8/2022), dilansir cnnindonesia.com.

Saat ini pihaknya sedang menunggu hasil dari tes cairan kulit. Karena itu, dia menegaskan belum ada kasus monkeypox yang terkonfirmasi di Indonesia.

“Betul sekali (belum ada),” katanya.

Juru bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril mengatakan suspek di Jawa Tengah adalah seorang pria berusia 55 tahun. Syahril mengatakan pelaku perjalanan luar negeri (PPLN).

“Seorang laki-laki, 55 tahun, bukan PPLN, suspek monkeypox dan saat ini dirawat isolasi di RS Swasta di Jateng,” katanya.

Sejak akhir Juli lalu, Kementerian Kesehatan telah melaporkan sedikitnya sembilan kasus suspek cacar monyet di Indonesia. Namun, semuanya ditemukan bebas cacar monyet setelah pengujian.

Kementerian Kesehatan juga mengatakan akan memperkuat dan meningkatkan deteksi dini atau aktivitas serveialns monkeypox pada kelompok gay di Indonesia.

Serveilans akan dilakukan bekerja sama dengan sejumlah pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM). Upaya untuk menguranginya dilakukan karena menurut laporan dari beberapa negara, sebagian besar yang terinfeksi monkeypox adalah laki-laki gay.

Sebelumnya, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) membentuk satgas tugas cacar monyet setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah cacar monyet sebagai darurat kesehatan global beberapa waktu lalu.

Dalam beberapa hari terakhir, telah terjadi kasus kematian pasien cacar monyet di banyak negara di luar Afrika, seperti Brasil, Spanyol, dan India. Oleh karena itu, IDI menilai upaya pembentukan satgas ini sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan munculnya monkeypox di Indonesia.

“Seperti halnya terkait pandemi Covid-19, dan kita sudah di-warning berat oleh WHO terkait Monkeypox, maka kami dari IDI juga membentuk khusus Satgas Monkeypox,” katanya.

Satgas monkeypox terdiri dari sejumlah organisasi profesi lain yang akan bertugas memantau dan mengidentifikasi kemungkinan terjadinya wabah monkeypox di Indonesia. Ia juga mendesak pemerintah untuk memperkuat upaya pengurangan dan pencegahan kasus cacar monyet di Indonesia.

IDI kemudian meminta pemerintah memperluas cakupan wilayah pemeriksaan atau skrining di pintu gerbang masuk ke Indonesia.

Adib juga meminta pemerintah berupaya meningkatkan kemampuan jaringan laboratorium dalam diagnosis molekuler spesimen pasien yang diduga menderita monkeypox sesuai rekomendasi WHO.  Serta meningkatkan kemampuan mengidentifikasi kontak erat pada pasien suspek monkeypox.

“Melakukan pengawasan terhadap pelaku perjalanan melalui pengamatan suhu, pengamatan tanda dan gejala. Pada pelaku perjalanan dengan kondisi demam, sebaiknya dilakukan pemeriksaan langsung oleh dokter yang bertugas pada pelabuhan, bandara, ataupun PLBDN tersebut,” katanya.